Rendang tidak hanya menjadi santapan
yang populer hingga penjuru dunia, dibalik kelezatannya rendang memiliki nilai
tradisi luhur peninggalan nenek moyang. Berawal dari prosesi adat yang
berlangsung di masyarakat Minangkabau pada masa dahulu, penyajian rendang dapat
dikelompokkan menjadi empat :
1.
Sebagai sajian dalam upacara adat
2.
Sebagai panahan ulak untuk
menjamu tamu
3.
Sebagai sajian sehari – hari
4.
Sebagai oleh – oleh atau bekal merantau
Rendang yang baik bisa bertahan lama
hingga satu tahun, maka dari itu pada zaman dahulu rendang menjadi bekal yang
wajib dibawa saat ada warga Minangkabau yang merantau atau bahkan saat
melakukan perjalanan ibadah Haji. Rendang yang tahan lama, biasanya tidak
menggunakan bawang merah saat proses peracikan bumbu.
Randang sangat penting artinya bagi masyarakat Minangkabau sebagai salah satu kekayaan budaya mereka sejak masa dahulu hingga sekarang. menurut sejarawan dari Universitas Andalas, Padang, Gusti Asnan, rendang patut diduga telah ada sejak abad ke-16.
Ia menjelaskan beberapa literatur yang tertulis di
abad ke-19 menyatakan, masyarakat Minang di wilayah darek (darat) biasa
melakukan perjalanan menuju Selat Malaka hingga ke Singapura yang makan waktu
sekitar satu bulan melewati sungai. Karena sepanjang perjalanan tidak ada
perkampungan, para perantau menyiapkan bekal makanan yang tahan lama, yaitu
rendang.
Berdasarkan penafsiran sejarah, Gusti menduga, cara
yang sama dilakukan orang Minang pada abad ke-16 ketika meneroka (membuka
kampung baru) di pantai timur Sumatera hingga Malaka, Malaysia, dan Singapura.
”Ada kemungkinan, masakan tahan lama seperti rendang sudah ada pada saat itu.
Pada masa itu, perjalanan bisa makan waktu berbulan-bulan,” ujarnya.
Gusti menyebutkan, catatan Kolonel Stuers juga menulis
tentang kuliner dan sastra pada 1827. Catatan itu, katanya, banyak memunculkan
secara implisit deskripsi tentang alam, budaya dan kearifan lokal, serta
tradisi yang identik dengan Minang. Kuliner yang tertulis secara implisit pun
diduga kuat mengarah pada rendang. Dalam sumber-sumber Belanda pernah muncul
istilah makanan yang dihitamkan dan dihanguskan, yang dapat
ditafsirkan merupakan teknik pengawetan.
Menurut
Gusti, dulu masyarakat tradisional mengawetkan makanan menggunakan metode
pengasapan dan pengeringan. Pengasapan dan pengeringan dilakukan dengan memasak
demikian lama. ”Rendang kalau dilihat dari proses pembuatannya memang memasak dalam waktu lama sampai kuahnya kering,” katanya. Rendang sendiri
berasal dari kata ”merandang”, memasak santan kelapa sampai mengering perlahan.